Sunday, March 18, 2007

Ulin Makao - Ciri Khas

Ada beberapa ciri khas yang dimiliki oleh aliran ini yang sepertinya juga menarik untuk diceritakan.

Jika bertemu, setiap penganut aliran ini akan saling melakukan kode tertentu yang diambil dari salah satu jurus, yang akan dibalas dengan kode yang sama. Konon, apabila dua orang telah siap untuk berkelahi, tapi tiba-tiba salah seorang memperlihatkan kode tersebut dan dibalas oleh lawannya, maka perkelahian tersebut akan segera dibatalkan. Kebiasaan ini dipegang teguh oleh para penganutnya karena merupakan amanat Ki Abu Arwanta, pencipta aliran ini.

Jika menghadapi lawan yang menggunakan tangan kosong atau senjata tumpul, maka seorang praktisi aliran ini tidak diizinkan menyerang kearal alat vital(kemaluan) lawan. Menyerang kesasaran tersebut hanya boleh dilakukan jika lawan menggunakan senjata tajam.

Hal unik lainnya, apabila golok lawan masih tersimpan dalam sarungnya (tempat golok), seorang pendekar ulin makao lebih suka menunggu sampai golok itu tercabut dengan sempurna daripada menyerang lawan selagi goloknya masih belum dicabut.

Dalam latihan aplikasi jurus, gerakan harus dilakukan dengan bersungguh-sungguh dan bertenaga. Serangan harus dikenakan pada tubuh lawan sampai terasa sakit (tapi tidak sampai cedera) atau sampai lawan tidak berdaya. Sasaran yang berbahaya bila terkena serangan telak seperti mata, leher dan alat vital biasanya diarahkan beberapa sentimeter dari sasaran sebenarnya.

Ulin Makao juga punya beberapa gaya yang dipengaruhi oleh kebiasaan guru. Ki Arba misalnya, lebih senang menggunakan tempel kosrek atau teknik menjatuhkan lawan dan segera memukulnya ketika lawan masih dalam keadaan goyah karena kehilangan keseimbangannya. Akibatnya, hamper semua murid Ki Arba terampil dalam teknik ini, padahal ini hanya sebagian kecil dari seluruh teknik ulin makao.

Namun Ki Asnawi lebih menyukai teknik tempel peupeuh serot/ tapel peupeuh angsrek yaitu teknik menyambut serangan sambil terus merapatkan badan ketubuh lawan dan mendesaknya hingga menutup jarak pukulan dan tendangan lawan. Ini dilakukan sambil menyerang dengan pukulan pada saat yang bersamaan.

Lain lagi dengan Ki Soleman yang lebih menyukai teknik bangkol (hingga beliau dipanggil Soleman Bangkol). Bangkol adalah teknik serangan tipuan dengan maksud lawan menangkis, saat lawan menangkis itulah teknik diubahnya menjadi tangkapan dan serangan lanjutan berupa pukulan sambil mendesak lawan.

Itulah beberapa ciri khas Ulin Makao. Masih banyak hal yang belum diungkapkan disini, namun setidaknya, uraian-uraian singkat ini mengenalkan kita pada salah satu kekayaan beladiri tanah air.

Ulin Makao - Kurikulum

Seperti diceritakan dalam artikel sebelumnya, Ulin Makao tidak memiliki sistem pemeringkatan level murid seperti sabuk atau lainnya. Tapi mereka mengenal pembagian tahapan latihan, yang lebih tepat disebut kurikulum. Tahapan-tahapan itu, yang sudah ada sejak beberapa generasi murid, terdiri dari lima bagian yang harus dilalui secara bertahap oleh seorang murid, antara lain:

Tahap Pertama : JALAN JURUS
Tahap pertama melatih ilmu beladiri dari aliran ini adalah dengan mempelajari jalan jurus. Ada sebagian penganut yang mempelajari sebanyak 20 jalan jurus, ada pula yang hanya mempelajari 18, 10 atau 5 jalan jurus yang harus dikuasai dengan baik dan benar sebelum diperbolehkan memasuki tahap latihan selanjutnya.

Di dalam jalan jurus ini, siswa akan melatih berbagai aspek yang akan menjadi dasar dari tekhnik beladiri aliran ini, yaitu: tekhnik dasar serang-bela, dasar kuda-kuda, pola langkah, pengaliran tenaga dan lain-lain. Penguasaan jalan jurus dengan baik dan benar mutlak diperlukan mengingat setiap unsur geraknya mengandung makna beladiri yang akan dipelajari di tahap berikutnya.

Jalan jurus tersebut adalah:
1. Suliwa/Hiji
2. Susun
3. Tektok
4. Galeng
5. Sabet
6. Jurus Cina
7. Sikut Pulang Cina
8. Depok
9. Depok Galeng
10. Tiga Kalima
11. Muka Satu
12. Muka Satu Tendang
13. Lok Be
14. Muka Empat
15. Monyet
16. Monyet Kurung
17. Macan
18. Macan Kurung (Amsar)
19. Lok Seng
20. Pancer

Tahap Kedua : BEULITAN
Di tahap kedua ini, siswa mulai mempelajari aplikasi jurus yang terkumpul dalam 36 jenis beulitan.
Beulitan adalah metode latihan yang dilakukan dua orang yang saling berhadapan. Mereka melakukan serangkaian tekhnik serangan dan belaan dengan gerakan yang sudah diatur. Salah seorang akan berada dalam posisi yang menang dan satunya berada dalam posisi yang kalah, dilakukan bergantian.
Dalam tahap ini diajarkan juga cara menghadapi serangan bersenjata. Maksud latihan ini adalah untuk mempelajari perbendaharaan teknik serangan maupun belaan. Beulitan juga dapat digunakan untuk melatih kecepatan dan kepekaan rasa.
Beulitan tersebut adalah:
1. Beulitan Indung
2. Beulitan Indung Gencet
3. Beulitan Indung Heuras
4. Beulitan Indung Serot
5. Beulitan Indung Getap
6. Gebrag
7. Gunting
8. Tapel Peupeuh Jero (Dongkel)
9. Tapel Peupueh Luar
10. Sikut
11. Peupeuh Sabalen 1
12. Peupeuh Sabalen 2
13. Peupeuh Sabalen 3
14. Peupeuh Sabalen 4
15. Takis Peupeuh
16. Potong Galeng
17. Potong Jero
18. Potong Luar
19. Jambret
20. Jambret Depok Jero
21. Jambret Depok Luar
22. Kepit
23. Kedut
24. Bangkol
25. Giluk Ajul Gedang
26. Giluk Sabet
27. Sabab Meupeuh
28. Cekek
29. Sepak
30. Tutuh
31. Kadek
32. Singkur
33. Angsur.
34. Sikut Pulang Cina
35. Siling Serot
36. Golewang Serot

Tahap Ketiga : KUMAITU
Kumaitu berasal dari kata kumaha itu yang berarti terserah atau bagaimana gerak lawan. Pada tahap ini dipelajari bagaimana memecahkan berbagai kasus yang mungkin dihadapi dalam suatu perkelahian. Contoh gerak yang diperagakan sebagai lawan dalam tahap ini adalah jurus-jurus yang sering dilakukan aliran lain. Setiap siswa harus mampu mempraktekan jurus-jurus dalam beulitan untuk menghadapi setiap gerakan lawan. Contoh gerak kumaitu antara lain: bendung, depok, depok muntir dan luncat.

Tahap Keempat : SABALIKNA
Hampir sama dengan beulitan. Bedanya, dalam tahap ini dipelajari kemungkinan pihak yang kalah mengubah tekniknya menjadi pihak yang menang.
Misalnya setiap kali berada dalam posisi diserang, baik dipukul, didesak, atau dikunci, murid harus dapat mementahkan serangan tersebut dan segera melakukan serangan balik. Begitu pula yang menerima serangan balik harus berusaha agar selalu menang. Contoh sabalikna, misalnya: takis peupueh dapat dibalas dengan bangkol, jambret dapat dibalas dengan serot, dan begitu seterusnya.

Tahap Kelima : RUSIAH JURUS
Pada tahap ini, materi kembali keawal, yaitu jalan jurus. Namun setiap gerakan dalam jalan jurus dijelaskan secara rinci maksud dan tujuannya dalam bentuk aplikasi. Seperti umumnya pencak silat, setiap satu gerak bisa mengandung puluhan maksud dan tujuan dalam aplikasinya.
Misalnya jalan jurus pertama suliwa dapat digunakan untuk menyerang, menangkis, melepaskan diri dari pegangan, menangkap, atau menarik tangan lawan.

Itulah seluruh tahapan latihan yang harus dilewati oleh murid Ulin Makao. Sayangnya, karena masalah kerahasiaan, saya tidak bisa merinci lebih jauh tentang metode latihan Ulin Makao ini, terutama setelah tahapan ketiga hingga kelima.

Yang jelas, seperti dikatakan Guru Aliran ini, Ki Arba, silat ini ibarat sawah. Seorang murid harus terus mengolahnya sepanjang ia masih hidup dan mampu bergerak untuk menjadikan ilmunya ampuh. Seperti sawah, ditandur, ditanami, panen, tandur lagi, tanami lagi, panen lagi, begitu seterusnya.

Ulin Makao - Tradisi

Di tempat kelahirannya, tatacara latihan yang  bersifat tradisional masih tetap dilaksanakan. Misalnya setiap calon murid yang ingin belajar ilmu ini, terlebih dahulu harus menyerahkan hewan hidup, biasanya ayam, kepada calon gurunya. Ini merupakan simbol harapan agar jurus-jurus yang akan dipelajari oleh sang murid nantinya akan hirup jeung hurip, atau hidup dan berguna bagi kehidupan.

Waktu latihan biasanya dilakukan pada malam hari, selepas shalat isya. Tempatnya di rumah guru, biasanya didapur yang beralas tanah. Kalau murid yang berlatih banyak, tempat latihan kadang-kadang dipindah kelapangan dikebun bambu. Para murid tidak menggunakan atribut perguruan seperti seragam, sabuk atau badge, mereka menggunakan pakaian sehari-hari. Ada yang memakai pangsi, celana panjang, celana pendek, bahkan ada juga yang memakai sarung.

Awal latihan tidak didahului peregangan atau senam pernafasan seperti yang kita kenal, tetapi langsung saja pada materi pelajaran. Bahkan, secara santai, dikatakan murid aliran ini, pemanasannya cukup dengan makan.

Seperti latihan beladiri tradisional umumnya, Ulin Makao juga tidak mengenal istilah level atau tingkatan murid. Kecuali beberapa tahapan latihan yang harus dilewati murid. Dan bisa saja dianggap sebagai tingkatan.

Tradisi lainnya, setiap selesai satu tahap latihan, diadakan upacara ngabubur atau buburan, yaitu semacam upacara dengan menghidangkan bubur ayam. Sebelumnya didahului dengan pembacaan Wawacan Layang Syeh dan diakhiri dengan doa keselamatan yang dipimpin oleh guru atau ajengan setempat. Penggunaan bubur disini juga mengandung simbol. Bubur mengandung falsafah lemes (halus, lembut) maksudnya agar gerakan dan rasa murid menjadi halus dan sensitif. Disisi lain perilaku kesehariannya juga harus lemah lembut.

Ulin Makao - Sejarah

Aliran ini didirikan oleh Ki Abu Arwanta yang berasal dari Kampung Sawah, Pandeglang, Banten. Tahun persisnya aliran ini didirikan tidak diketahui dengan pasti. Namun, dilihat dari generasi ketiga aliran ini yang ketika mulai belajar terjadi pada zaman penjajahan Belanda dan penjajahan Jepang, sekarang ini berusia sekitar 81 s/d 96 tahunan, bisa diperkirakan aliran ini sudah ada sejak akhir abad XIX.

Ki Abu ini seorang pendekar muda yang telah mempelajari beberapa aliran pencak silat dari beberapa orang guru di banten. Konon, suatu ketika ia bertemu dengan seorang Cina, karena satu kesalah pahaman, maka terjadilah sambung tangan (istilah lain untuk berkelahi/ bertanding). Dalam sambung tangan itu, ternyata lawannya lebih unggul. Dengan sportif, Ki Abu mengakui keunggulan lawannya tersebut dan mulai berguru kepada orang Cina tersebut. (Yah, itulah budaya kita, kurang memperhatikan dokumentasi dan literer.) Namun, yang dapat dicatat bahwa orang cina tersebut berasal dari Cina Makao, memeluk agama Islam, dan sebelum dating ke Pandeglang ia sempat tinggal di Jakarta.

Selagi berguru, diam-diam Ki Abu merenung dan menganalisa kelebihan-kelebihan beladiri Cina yang didapat dari guru barunya itu. Masih terbayang dalam ingatannya bagaimana ia beberapa kali dijatuhkan dalam pertemuan yang pertama, padahal saat itu ia sudah berstatus sebagai guru silat dilingkungannya. Dari perenungannya, ia menyimpulkan dimana letak kelemahan dan keunggulan masing-masing. Timbul pemikiran untuk menggabungkannya sehingga masing-masing kelemahan tersebut dapat saling ditutupi.

Pada satu kesempatan latih tanding dengan gurunya, Ki Abu coba mempraktekan hasil perenungannya itu, dan ternyata berhasil. Kali ini gurunya tidak bisa mengalahkan Ki Abu, setiap serangannya selalu dapat digagalkan, bahkan serangan balik Ki Abu sering kali tidak dapat ditangkis atau dihindarkan. Disini jiwa sportif seorang pendekar sejati ditunjukan oleh orang Cina Makao tersebut, ia mengakui keunggulan ki Abu. Sejak itu ia menganggap Ki Abu sebagai kawan yang sederajat dan menjadi mitra diskusi dalam teknik-teknik beladiri.

Dari hasil diskusi keduanya, kemudian disusun suatu sistem beladiri baru yang sekarang dikenal dengan nama Ulin Makao (diambil dari tempat asal pendekar Cina), Ulin Abu (diambil dari nama Ki Abu Arwanta), Ulin Sawah (tempat Ki Abu tinggal).

Dari Ki Abu, aliran ini kemudian berkembang pesat, banyak murid-murid yang datang kerumahnya untuk belajar. Selain itu, Ki Abu punya kebiasaan berkelana ke beberapa tempat, termasuk ke Jakarta (jaman dulu untuk sampe ke Jakarta gk segampang sekarang, jadi kayanya udah jauh bgt )

Di tempat yang disinggahinya Ki Abu mempunyai kesempatan untuk menyebarkan ilmunya. Biasanya, sebelum mengajar disuatu tempat, seringkali didahului oleh pertandingan atau saling mencoba ilmu dengan tokoh pencak silat setempat. Kalau kalah tidak diizinkan mengajar disana, namun apabila menang dalam pertarungan, maka diperbolehkan untuk mengajar. Dalam adu ilmu itu, Ki Abu sering tampil sebagai pemenang, bahkan kebanyakan muridnya adalah mantan lawannya yang sempat dikalahkan terlebih dahulu.

Setelah Ki Abu wafat, penyebaran ilmu ini diteruskan oleh kedua anaknya, Ki Jeceng dan Ki Kadut yang tinggal di Menes, juga seorang murid kepercayaannya yang bernama Ki Cipluk yang tinggal di Kampung Pancur Rendang, Pandeglang (Ki Cipluk berganti nama menjadi Haji Jakaria sejak berziarah ke tanah suci).

Melalui Ki Cipluk, aliran ini makin menyebar ke berbagai pelosok. Setelah ki Cipluk meninggal (beliau di makamkan di Kampung Rokoy, Desa Kaduhejo, Pandeglang, Banten) aliran ini diwariskan oleh Ki Arba (Wafat di Kaduhejo, Pandeglang beberapa tahun lalu dalam usia 90 thn lebih) dan Ki Asnawi yang tinggal di Kadutunggul (Saya belum ada kabar terbaru tentang Ki Nawi, kalau beliau masih hidup mungkin saat ini usianya sudah menginjak 81 tahun.

Oya, hamper lupa, Ki Abu Arwanta sendiri meninggal dan dimakamkan di Jakarta (Cuma saya lupa tepatnya dimana).

Yang jelas hingga saat ini, di Banten pencak silat ini masih terus hidup dan berkembang tetap dengan cara-cara tradisional, tapi di beberapa daerah sudah diadopsi kedalam beberapa perguruan. Misalnya: Perguruan Pencak Silat Manderaga di Bandung, Perguruan Pencak Silat Sabrang Girang di Bandung, dan Perguruan Pencak Silat Alas Banten di Banyuwangi pada tingkat tertentu mempelajari aliran pencak silat ini.

Untuk daerah-daerah lain saya kurang tahu, mungkin ada rekan-rekan yang bisa Bantu perguruan apa dan didaerah mana yang mengadopsi aliran ini baik sebagian atau keseluruhan tekniknya, terutama yang dijakarta ya, karena di sanalah Ki Abu banyak menghabiskan waktunya semasa hidup.

Ulin Peupeuh, Gerak Rasa

Catatan pertama yang saya posting ini merupakan silat dari Banten, tepatnya Pandeglang. Meskipun saat ini Banten sudah terpisah dari provinsi Jawa Barat, namun karena alasan yang bersifat subjektif, saya tetap menganggap Banten merupakan Sunda.

Alasan-alasan subjektif tersebut antara lain karena faktor sejarah yang menunjukkan jika Banten pernah menjadi bagian dari kerajaan Padjajaran (Bener nggak ya? Tapi masa iya sih nggak bener :p). Kedua penduduk Banten, khususnya wilayah Pandeglang, sebagian besar menggunakan bahasa Sunda. Meskipun menggunakan dialek Banten yang agak kasar kalau dibandingkan Bandung, apalagi sama Cianjur.

Karena alasan-alasan itulah, saya naikkan artikel tentang Ulin Makao ini, selain tentunya karena artikel inilah yang sudah lebih dulu siap -soalnya artikel ini pernah saya publikasikan di forum martial art-nya kaskus.

Aliran ini berkembang di daerah Banten, tepatnya berasal dari kampung sawah, Pandeglang. Karena sang pendiri aliran tidak memberikan nama resmi untuk aliran ini, dalam perkembangannya, banyak nama yang digunakan untuk menyebut aliran ini oleh praktisinya.

Ada yang menyebutnya dengan nama Ulin Abu, Ulin Sawah, Ulin Jeceng, Ulin Sabrang Girang dan bahkan -mayoritas praktisinya- tidak menyebutkan nama sama sekali. Tapi, walaupun dengan semangatnya pengembangannya yang tradisional sekali, aliran ini berkembang dengan sangat pesat dan memiliki banyak hingga ke beberapa daerah di luar Banten.

Meskipun dari segi nama tidak ada konsensus yang menyatukan para praktisinya, tapi definisi, jumlah jurus, tata cara latihan dan sejarah kelahirannya sama untuk praktisinya dimanapun mereka berada.

Tulisan tentang Ulin Makao ini saya rangkum dari berbagai sumber, diantaranya; Majalah Jurus, Majalah Duel, Buku Pencak Silat dalam tuturan Lisan masyarakat sunda, penuturan praktisi (Gending Raspudji dan H. Omar Rahayu).

Jadi selamat Menikmati.**

Wednesday, March 14, 2007

Kredo Pendokumentasian Persilatan

Tidak bermaksud sombong, jika saya katakan masyarakat sunda memiliki peranan besar dalam perkembangan persilatan di Indonesia. Tapi memang di wilayah yang sekarang disebut jawa barat ini perkembangan dunia persilatan sangat menggembirakan. Aliran-aliran tua dan besar banyak bertebaran di berbagai pelosok di wilayah Jawa Barat. Perguruan-perguruan silat besar-kecil bertebaran dari mulai kampung-kampung di pesisir dan pegunungan hingga ke kota-kota besar seperti Bandung.

Dan tanpa bermaksud mengecilkan peranan wilayah-wilayah lain di Indonesia dalam perkembangan persilatan Indonesia jika blog ini hanya membicarakan tentang persilatan sunda. Lebih karena faktor ketertarikan saya terhadap seni beladiri sunda ini, dan tentunya, karena keterbatasan kemampuan saya untuk mendokumentasikan silat-silat dari wilayah lainnya sehingga saya harus membatasi pembicaraan pada wilayah persilatan Sunda. Terus terang, untuk persilatan sunda saja, saya sendiri tidak yakin mampu mendokumentasikan seluruh aspek yang ada didalamnya, mengingat banyaknya pernak-pernik persilatan Sunda yang harus dibahas.

Mengingat beberapa hal dari pembahasan tidak bisa dibuka kepada khalayak umum secara bebas, pembahasan tentang persilatan Sunda ini akan saya batasi hanya pada lingkup sejarah, sedikit tentang jurus dan pemaparannya, filosofi dalam batas tertentu, sosio kultural masyarakat persilatan Sunda, mitologi dalam dunia persilatan Sunda, senjata-senjata, para Mpu, kampung-kampung persilatan, dll.

Pembahasan tentang sejarah mungkin juga masuk kedalam wilayah sensitif yang mudah menyeret konflik. Untuk menghindarinya, sejak awal saya tegaskan penulisan tentang sejarah di sini saya lakukan berdasarkan penuturan dari pelaku dan tokoh-tokoh aliran dan perguruan yang dimaksud. Jika ada beberapa versi sejarah yang saling bertentangan, saya akan berusaha untuk adil dengan menaikkan seluruh versi tersebut, tentunya dengan dilengkapi penjelasan versi mana dan dituturkan oleh siapa.

Yang perlu di ingat, dan menjadi perhatian serius tentunya, bahwa, saya bukan seorang ahli sejarah profesional. Jadi penulisan sejarah aliran dan perguruan yang saya tuliskan nanti tentunya tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Yang jelas, saya selalu terbuka dengan segala kritik dan kemungkinan perbaikan atau tambahan materi dari pembaca sekalian.

Jadi, mari nikmati saja blog ini sebagai satu usaha untuk mendokumentasikan segala hal menyangkut persilatan Sunda. Sebagai sedikit bonus, saya akan mengupload beberapa koleksi video dan foto-foto yang saya miliki di blog ini.

Teriring
sepuluh jari, setangkup sembah
-tabik.